ilustrasi |
RAMADAN: GARUT, Kilas24 - Sudah tak perlu dijelaskan lagi, bahwa berbohong atau dusta sudah menjadi perbuatan yang salah, yang apabila dilakukan menjadi dosa besar, dan merupakan jalan pengantar menuju Neraka.
“Jauhilah perbuatan dusta, dan perbuatan dosa menunjukkan kepada neraka, dan sesungguhnya seseorang yang biasa berdusta, ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (Muttafaq ‘Alaih)
Kilas24 dilansir dari madanitv.net, Tuntutan ibadah Shaum bukanlah hanya meninggalkan makan, minum, bersetubuh, dan pembatal-pembatal puasa lainnya. Tapi juga perkara-perkara maksiat dan perbuatan dosa, di antaranya berbohong atau berdusta. Karena tujuan dari puasa itu untuk membentuk pribadi yang bertakwa. Dan tujuan tersebut bisa tercapai jika dalam pelaksanaanya, seorang shaum membiasakan diri dengan amal-amal taqwa.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengabarkan tentang nila-nilai puasa kebanyakan manusia hanya mendapatkan lapar dan haus. Hal tersebut tidak lain karena kurangnya perhatian kepada subtansi, ruh, dan tujuan untuk ibadah.
“Betapa banyak orang yang berpuasa tidak mendapatkan dari puasanya kecuali lapar,” (HR. Ibnu Majah, dari Abu Hurairah. Hadits ini dishahihkan Syaikh Al-Albani)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah memperingatkan tentang bahayanya berdusta dan perkataan buruk lisan lainnya dari orang yang berpuasa. Tak lain agar mereka tidak merugi dalam puasanya, tidak hanya mendapatkan rasa lapar dan haus semata.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
“Dan apabila di hari puasa salah seorang kalian maka janganlah ia berkata jorok dan berteriak-teriak (membentak-bentak karena emosi); apabila ada seseorang yang mencaci atau mengajaknya kelahi hendakanya ia mengatakan: Sungguh aku ini sedang berpuasa.” (Muttafaq ‘Alaih)
Masih juga dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
“Siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatannya maka Allah tidak butuh pada ia meninggakan makan dan minumnya.” (HR. Al-Bukhari)
Maknanya, puasa yang disertai dengan berkata bohong atau berdusta bukanlah puasa yang Allah kehendaki dari hamba-Nya. Allah meolak puasa yang demikian dan tidak mau menerimanya (qoul Ibnul Munir dalam Al-Hasyiyah). Makna ini seperti firman Allah (artinya), “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya,” (QS. Al-Hajj: 37) Yang maknanya: Tidak mendapatkan keridhaan dari Allah yang menyebabkan Allah menerimanya.
Hadits di atas mewajibkan atas orang-orang yang berpuasa agar meninggalkan setiap perkataan dan perbuatan yang haram. Karena Allah Subhanahhu wata 'ala mewajibkan berpuasa supaya pelakunya bertakwa. Yaitu agar orang-orang beriman yang berpuasa itu bertakwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan meninggalkan apa-apa yang diharamkan-Nya.
Allah tidak berkeinginan mempersulit hidup mereka dengan tidak makan, minum, dan jima’. Tapi menginginkan agar mereka melaksanakan perintah-Nya dan mejauhi larangan-larangan-Nya sehingga puasa menjadi madrasah untuk membiasakan diri meninggalkan perkara-perkara haram dan melaksanakan perkara-perkara wajib.
Apabila hal ini berjalan sempurna selama satu bulan selamaa; ia menjaga agamanya, melaksanakan kewajiban dan meninggalkan keharaman maka akan ada perubahan besar pada kehidupannya kepada yang lebih baik.
Wallahualam Bish Sawab
--
Kilas24 - madani
0 komentar:
Posting Komentar