ilustrasi Shalat Ied (foto: sindonews) |
GARUT, KILAS24 - Assalamualaikum Warahmatullahi, Wabarakatuh. Allahuakbar, Allahuakbar, Allahuakbar Walillahilham.
Tak lupa, KILAS24 Mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha 1436 H, Hari ini, kita akan membahas mengenai Makna dari Idul Adha.
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu, dan sembelihlah hewan ( qurban). Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus” (QS. Al-Kausar : 1-3)
Pemberian nikmat oleh Allah kepada manusia tak terhingga, banyak sekali nikmat yang Allah beri. Anak isteri dan harta kekayaan adalah sebagian nikmat dari Allah. Kesehatan, kedudukan dll juga merupakan nikmat yang Allah beri. Allah berfirman : “Dan ketahuilah bahwasanya harta kekayaanmu dan anak-nakmu adalah fitnah (cobaan). Dan sesungguhnya Allah mempunyai pahala yang besar”(QS. Al-Anfal : 28).
Meskipun Allah memberikan nikmat-Nya yang begita besar, begitu banyak, tetapi dalam kenyataan Allah melebihkan apa yang diberikan kepada seseorang daripada yang lain. Sehingga ada yang kaya raya, cukup kaya, miskin, bahkan ada yang menjadi seorang gelandangan, berteduh di kolong-kolong jembatan. Demikian juga ada yang menjadi penguasa ada yang rakyat jelata. Ada pimpinan/ kepala dan ada bawahan / anak buah. Ini semua juga dalam rangka cobaan bagi siapa yang benar-benar mukmin dan siapa yang hanya mukmin di bibir saja.
Salah satu bukti bahwa seorang mukmin telah lolos dari cobaan dalam nikmat harta kekayaan adalah ia dengan ikhlas mengunakannya untuk beribadah haji ke tanah suci. Sehingga bagi orang demikian akan memperoleh haji yang mabrur. Sedang haji mabrur pahalanya hanyalah surga, sebagaimana sabda Nabi SAW : “Orang yang dapat mencapai haji yang mabrur tiada pahala yang pantas baginya selain surga”. (Al-Hadis).
Cobaan tentang harta (kekayaan) juga berkaitan dengan pelaksanaan ibadah udhiyah, yakni menyembelih hewan yang terkenal dengan hewan qurban di hari raya. Karena pada hari ini Allah mensyariatkan untuk ber-udhiyah (menyembelih hewan qurban), maka hari raya ini disebut dengan hari raya Adha , wa biha sumiya yaumal-adha. Demikian juga penjelasan Rasulullah SAW : “Hari raya fitrah (“Idul Fitri) adalah pada hari manusia berbuka menyudahi puasa Ramadan. Sedangkan hari raya Adha (“Idul Adha) adalah pada hari manusia ber-udhiyah (menyembelih hewan)” (HR. Tirmizi).
Maka salah satu bukti lagi bahwa seseorang lulus dari cobaan harta adalah ia dengan ikhlas mau mengunakannya untuk ber-udhiyah (menyembelih hewan), baik itu berupa sapi, kerbau, maupun kambing. Ini tergantung pada kemampuan masing-masing orang. Seekor kambing boleh digunakan untuk satu orang beserta keluarga seisi rumahnya. Sedang sapi / kerbau boleh untuk tujuh orang beserta keluarga seisi rumah mereka masing-masing. Daging sembelihan (qurban) ini termasuk syiar agama, yakni untuk dimakan, menjamu tamu, diberikan kepada yang meminta (orang miskin) atau yang tidak meminta (orang mampu). Daging ini juga diperbolehkan disimpan untuk dimakan hingga hari tasyrik (11,12,13 Zul Hijjah).
Allah Ta'ala berfirman : “Makanlah sebagiannya dan untuk memberi makan orang yang tidak meminta dan orang yang meminta”. (QS. Al-Hajj : 36).
Sementara itu, cobaan besar terhadap sesuatu yang dimiliki manusia pernah dialami Abul Anbiya’ Khalilurrahman Ibrahim AS. Beliau telah lulus dari cobaan dari Allah. Hal ini didokumentasikan dalam Al-Qur’an :
Dan ketika Ibrahim diberi cabaan (bala’) oleh Tuhannya dengan beberapa kalimat (berbagai cobaan) , lalu Ibrahim lulus dalam cobaan itu.
Allah Ta'ala berfirman, ‘Sesungguhnya Aku menjadikan kamu hai Ibrahim Imam semua manusia ..... (QS. Al-Baqarah : 124)
Idul Adha memiliki makna yang penting dalam kehidupan. Makna ini perlu untuk kita renungkan dalam-dalam dan selalu kita kaji ulang agar kita lulus dari berbagai cobaan Allah. Makna Idul Adha tersebut :
1. Menyadari kembali bahwa makhluk yang namanya manusia ini adalah kecil belaka, betapapun berbagai kebesaran disandangnya. Inilah makna kita mengumandangkan takbir : Allahuakbar !
2. Menyadari kembali bahwa tak ada yang boleh di-Tuhankan selain dar Allah. Menuhankan selain Allah bukanlah semata-mata menyembah berhala seperti di zaman jahiliah. Di zaman globalisasi ini orang dapat menuhankan tokoh (individu), lebih-lebih lagi si Tokoh itu sempat menjadi pucuk pimpinan partainya, menjadi presiden/wakil presiden, atau ketua lembaga perwakilan rakyat. Inilah makna kita kumandangkan kalimah tauhid : La ilaha illallah !
3. Menyadari kembali bahwa pada hakikatnya yang memiliki puja dan puji itu hanyalah Allah. Maka alangkah celakanya orang yang gila puja dan puji, sehingga kepalanya cepat membesar, dadanya melebar, dan hidungnya bengah, bila dipuji oleh orang lain. Namun segera naik pitam, wajah merah, dan jantung berdetak melambung, bila ada orang yang mencela ,mengkritik, dan mengoreksinya. Inilah makna kita kumandangkan kalimat tahmid : Wa lillahilhamdu !
4. Menyadari kembali bahwa manusia ini ibarat sedang melancong atau bepergian, yang suatu waktu rindu untuk pulang ke tempat tinggal asal, yakni tempat yang mula-mula dibangun rumah ibadah bagi manusia, Ka’bah, Baitullah. Inilah salah satu makna bagi yang istita’ah (berkemampuan) tidak menunda-nunda lagi berhaji ke Baitullah. Di sini pula manusia disadarkan kembali bahwa pada hakikatnya manusia itu satu keluarga dalam ikatan satu keimanan. Siapa pun dia dari bangsa apapun dia, adalah saudara bila ia mukmin atau muslim. Tetapi, bila seseorang itu kafir adalah bukan saudara kita meskipun dia lahir dari rahim ibu yang sama. Maka orang yang pulang dari haji hendaknya menjadi uswah hasanah bagi warga sekitarnya, tidak membesar-besarkan perbedaan yang dimiliki sesama muslim, terutama dalam hal yang disebut furu’iyah.
5. Menyadari kembali bahwa segala nikmat yang diberikan Allah pada hakikatnaya adalah sebagai cobaan atau ujian. Apabila nikmat tersebut diminta kembali oleh yang memberi , maka manusia tidak dapat berbuat apa-apa. nikmat yang berupa harta, hendaknya kita ikhlas untuk berinfaq di jalan Allah, seperti untuk ber-udhiyah (menyembelih hewan qurban).
6. Percayalah, dalam hal harta apabila kita ikhlas di jalan Allah Ta'ala, niscaya Allah akan membalasnya dengan berlipat ganda. Tetapi, jika kita justru kikir, pelit, bahkan rakus, tunggulah kekurangan, kemiskinan, dan kegelisahan hati yang akan selalu menghimpitnya.
Nah itulah makna dari Idul Adha, semoga, kita selalu diberkahi/dirahmati oleh Allah SWT. Dan ibadah Shalat 2 Rakaat Idul Adha kita tadi diterima oleh Allah SWT.
---
referensi: blhkotabengkulu
(mar)
0 komentar:
Posting Komentar